Warner Musik Indonesia (WMI) mengaku rugi hingga 80% sejak dilakukannya unreg massal konten premium, termasuk ring back tone (RBT). Belum adanya kepastian berbisnis dinilai bisa bikin perusahaan label rekaman gulung tikar.
"Padahal pendapatan RBT dari label memberi kontribusi 90%," ujar Managing Director WMI Jusak Irwan Sutiono, di sela rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi I DPR RI, Jakarta.
Seperti diberitakan sebelumnya, pelanggan RBT yg dulunya sekitar 25 juta, kini tinggal tiga juta saja. Menurut Jusak yg juga merangkap Ketua Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asiri), kondisi ini terus menggerus pendapatan industri rekaman.
Jusak pun mengaku kecewa atas keputusan unreg massal SMS premium dan broadcasting. Ia khawatir, sebab ada ribuan orang yg menggantungkan hidupnya di WMI.
"Jika dulu 80%-90% penghasilan RBT utk label dan sisanya dari penjualan kaset dan CD, sekarang 10%-20% keuntungan yg didapat dari RBT, jika keadaan terus seperti ini, dalam enam bulan, Warner harus melepas 75% artisnya. Bahkan, diperkirakan akan ada 70 label yg bangkrut," sesalnya.
WMI yg telah menggaungkan band sekelas Kotak, Alexa, dan Kangen Band, menurut Jusak, harus melakukan antisipasi penghematan hingga pengurangan artis, jika dalam tiga bulan ini kondisi ketidakpastian terus berlangsung, atau bahkan diperpanjang.
"Saya dan kawan-kawan label lainnya sangat terpukul dgn kasus ini karena layanan RBT terpaksa dihentikan dan utk berlangganan kembali masyarakat masih banyak yg merasa khawatir. Padahal selama ini penjualan RBT tidak bermasalah," katanya.
Menurut Jusak, bila total pendapatan industri musik Indonesia utk tahun ini diprediksi sebesar Rp 600 miliar yg di dalamnya ada penjualan CD dan kaset selain RBT, namun adanya kasus itu membuat realisasi hingga akhir tahun diprediksi hanya mencapai Rp 450 miliar. "Hal ini tentu sangat merugikan industri musik Indonesia," keluh dia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar