Minat konsumen berburu laptop atau personal computer (PC) bermerk terkenal kian tinggi. Biasanya, mereka tergiur dgn promosi mendapatkan OS (operating system) asli.
Tetapi hati-hati dan jangan percaya begitu saja. Sebab produsen laptop dan PC ternyata membiarkan produk mereka kosongan. Nah, di sinilah pembajak beraksi.
Menurut Direktur Penyidikan Ditjen HaKI, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM), Fathlurahman, kurun 2011 sudah ada 32 aduan yg menygkut soal HaKI, di antaranya menygkut software. Ditjen HaKI juga mengakui bahwa ada mesin-mesin (hardware) komputer kosong yg kemudian diisi dgn software bajakan.
"Bagi mereka yg penting jual mesinnya, mau diisi apa ya terserah. Memang maunya diisi dgn software asli ya, tapi kan biasanya antara software dan hardware itu terpisah. Produsen hardware-nya sendiri ya mungkin cenderung 'EGP', yg penting produknya laku," kata Fathlurahman saat dihubungi wartawan, Selasa, (20/12/2011).
Hal ini banyak dipengaruhi berbagai hal, salah satunya persepsi harga software asli yg lebih mahal dibanding yg bajakan. Membandingkan software yg sebelumnya selalu berharga nol (dibajak) pada saat membeli PC dgn berapapun harga software asli yg ditambahkan selalu dianggap menambah biaya dan lebih mahal.
Cara menggunakan software ilegal ini biasanya dilakukan dgn membeli satu peranti lunak berlisensi yg kemudian diinstal ke beberapa komputer. Cara lain adalah dgn mengunduh program dari jaringan peer-to-peer (P2P). Peranti lunak ilegal yg paling banyak digunakan adalah software antivirus, program utk kegiatan kantor seperti office dan software utk olah foto dan desain grafis seperti Corel Draw dan Photoshop.
"Memang secara hukum, penjual tidak salah menjual laptop atau PC 'kosongan'. Kita tidak bisa menyalahkan mereka. Tapi secara tidak langsung sesungguhnya mereka sudah mendorong konsumen utk mencari produk bajakan. Karena mereka tidak peduli produk mereka diisi OS bajakan atau tidak," beber Fathlurahman.
Tingginya aksi pembajakan ini setidaknya tergambarkan dari hasil penelitian Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) yg dikeluarkan pada Nopember 2011 lalu. Pembajakan software berada pada peringkat ke-2 (34,1 persen) setelah barang-barang dari kulit palsu (35 persen).
Belum lagi hasil penelitian Business Software Alliance (BSA). Data BSA menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-11 sebagai negara dgn tingkat pembajakan tertinggi di dunia pada 2010. Sebanyak 87 persen dari program yg diinstal pada komputer pribadi adalah produk tanpa lisensi dgn nilai software sebesar USD 1,32 miliar atau sekitar Rp 11,2 triliun.
Angka pembajakan itu lebih besar dibanding pada 2009 yg mencapai 86 persen dgn nilai USD 886 juta. BSA memperkirakan, penurunan 1% dari tingkat pembajakan di Indonesia akan memberikan dampak positif senilai USD 1,3 miliar terhadap industri secara keseluruhan.
"Sepuluh persen dari jumlah itu (Rp 1,1 triliun) adalah potensi pendapatan negara dari pajak pertambahan nilai (PPN)," kata Kepala Perwakilan BSA di Indonesia, Donny Alamsyah Sheyoputra, yg kini sudah mengundurkan diri dan mendirikan Sheyoputra Law Office.
Menanggapi maraknya pembajakan, Director of License Compliance Microsoft Indonesia, Sudimin Mina menceritakan pihaknya sangat kooperatif menekan angka pembajakan yg menyelundup dgn berbagai cara itu. Dia membenarkan bahwa pembajakan tidak mengenal laptop dan PC branded atau tidak.
"Kita yg harus waspada dan menghentikannya, ungkap Sudimin.
Sudimin mencontohkan bahwa ketika PC keluar dari pabrik, pihaknya telah melakukan agreement dgn produsen utk menyediakan OS dgn harga yg super murah. Namun, pada praktiknya memang ada beberapa produsen laptop dan PC branded yg menyediakan produknya kosongan tanpa diinstal OS. Hal itu mereka lakukan agar bisa menekan harga produk.
"Padahal kalau saja mereka (para produsen PC/laptop) menyediakan produk yg asli, dan memberikan edukasi kepada konsumen, tentunya itu bisa menjadi tambahan profit bagi para produsen tsb. Dan konsumen juga bisa lebih aman dan memperoleh produk yg terbaik bagi mereka," beber Sudimin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar