Siapa yang tak mengenal Gus Dur ? Saya yakin hampir semua warga di Republik ini mengenal sosok beliau. Kita juga mengenal beliau sebagai salah satu tokoh kontroversial yang ada di negara ini. Namun sekarang tuhan telah memanggil beliau dimana Gus Dur telah wafat atau meninggal dunia pada hari rabu tgl 30 Desember 2009 pukul 18.45 wib di RSCM Jakarta. Almarhum dikebumikan esok harinya pada hari Kamis 31 Desember 2009 di Jombang- Jawa Timur yaitu di pemakaman keluarga bani Hasyim.
Salah satu peristiwa di dunia ini yang pasti akan dijalani oleh semua manusia yaitu kematian. Seperti janji tuhan didalam Al-Quran Surat Al - Ankabut Ayat 57 artinya Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada kami kamu dikembalikan. Jadi siapapun mereka, seorang presidenkah atau mantan presiden atau pula rakyat biasa, pasti tidak bisa menghindari atau lari dari maut jika tuhan sudah menetapkan waktunya.
Namun seyogyanya kita mendoakan beliau semoga tuhan mengampuni semua kesalahan dan dosanya dan menempatkan beliau di tempat yang mulia. Kita tahu bahwa jasanya bagi negara Indonesia dan bangsa ini cukup besar.
Gus Dur sebagai salah satu tokoh yang demokratis, ketika masih hidupnya berusaha menghilangkan terjadinya diskriminasi di negara ini yaitu dengan mengakui konghucu sebagai salah satu agama, dan menjadi hari raya Imlek (tahun baru cina) sebagai salah satu hari libur nasional. Kita tahu bahwa di Indonesia ini warga tionghoa dan yang menganut agama konghucu cukup besar jumlahnya. Dengan adanya hal tersebut tentunya etnis tionghoa merasa lebih diakui keberadaannya oleh negara ini. Salah satu pengakuan seorang etnis tionghoa yaitu Kosala Mahinda sebagai Pengelola kelenteng Vihara Avalokitesvara di Desa Candi, Kecamatan Galis, Pamekasan ini menjelaskan, di masa kepemimpinan Gus Dur pula, warga Tionghoa bisa mengembangkan kesenian tradisionalnya, seperti barongsai dan tari liang-liong. "Dulu kami dilarang melakukan pementasan secara terbuka seperti yang akhir-akhir ini kami lakukan. Namun berkat jasa Gus Dur kami akhirnya bebas berekspresi," katanya.
Di era kepemimpinan Gus Dur, beliau memisahkan Polri dari TNI. Langkah beliau sangat tepat karena tugas TNI dan Polri jauh berbeda serta menginginkan Polri lebih independen dan bekerja lebih professional. TNI bertugas sebagai sebuah alat pertahanan dan keamanan untuk mencegah atau mematahkan serangan dari negara lain yang bisa mengancam kedaulatan negara dan untuk menangani sesuatu lebih condong untuk melakukan tindakan yang represif dan agresif. Namun berbeda dengan Polri yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat. Jadi seharusnya Polri harus meninggalkan tindakan represif untuk menangani massa yang melakukan demo baik yang dilakukan oleh mahasiswa ataupun unsur masyarakat lainnya, tetapi lebih mengutamakan tindakan yang persuasif. Selain itu mereka seharusnya menangkap dan menghilangkan terjadinya markus (makelar kasus) yang disinyalir marak terjadi dengan dibukanya rekaman percakapan Anggodo di Mahkamah Konstitusi.
Mewarisi sistem yang korup yang telah berlangsung selama 32 tahun, membuat Gus Dur (sebagai presiden periode 1999-2001) mencoba mengambil langkah-langkah berani (luar biasa). Salah satu usaha yang dilakukan Gus Dur untuk memberantas korupsi ini adalah mengajukan Soeharto ke depan sidang pengadilan umum yang transparan dan akuntabel. Pada 6 Desember 1999, Gus Dur kembali mengusut kekayaan Soeharto dan menunjuk Jaksa Agungnya, Marzuki Darusman, memulai penyidikan lagi. Setelah melalui mengenakan tahanan rumah dan penyitaan aset atas soeharto, pada 29 September 2000, majelis hakim PN Jakarta Selatan menetapkan kasus tak bisa diteruskan dan harus dihentikan. Tidak hilang akal Gus Dur pada 6 Juni 2001 mengganti Marzuki Darusman dengan jaksa yang terkenal garang dan legendaris, Baharuddin Lopa (biasa dipanggil Barlop). Track record Barlop tidak diragukan lagi. Publik pun menaruh harapan besar kepadanya. Gus Dur telah memilih orang yang tepat untuk berperang melawan korupsi yang telah mengakar di Indonesia. "Langit boleh runtuh, negeri ini boleh hiruk pikuk dengan banyak urusan, tetapi hukum harus tetap tegak," cetus Barlop ketika diwawancarai Kompas di kediamannya, Jumat (9/2/01). Sejak menjabat Menkeh dan HAM, Lopa sudah memenjarakan Bob Hasan ke Nusakambangan, mengusut kasus korupsi sekelas Sjamsul Nursalim, Prajogo Pangestu, sampai kasus Arifin Panigoro, Nurdin Halid, dan Akbar Tandjung. Sayang Lopa keburu dipanggil yang Maha Kuasa sebulan setelah diangkat. Padahal sebelum Lopa menghembuskan napas terakhir, ia sedang membuka kembali kasus Soeharto, mantan penguasa Orde Baru beserta keluarga.
Di samping mengejar Soeharto, Gus Dur dengan berani juga mengotak-atik militer. Tanpa rasa takut, Gus Dur memecat Wiranto, yang kala itu merupakan orang (ter)kuat di militer, karena dianggap menghalangi reformasi militer. Pemecatan itu menimbulkan rumor adanya kudeta. Tidak hanya itu, bekerjasama dengan reformis dari militer, yaitu Agus Wirahadikusumah, Gus Dur berusaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik, termasuk membuka skandal yang melibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad.
Tidak ketinggalan, Gus Dur juga mengejar Tommy Soeharto, putra mahkota keluarga Cendana. Pada era Gus Dur inilah Tommy dipaksa menikmati hotel prodeo dengan tuduhan pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita, di samping dikaitkan dengan kepemilikan senjata api di Apartemen Cemara dan Alam Segar.
Dalam diplomasi internasional, di dalam penerbangan dari Salt Lake City menuju Springfield, Sabtu (10/6/2000) pukul 10.00 pagi waktu setempat, Gus Dur mewacanakan bahwa Pemerintah Indonesia akan meminta bantuan lembaga peneliti korupsi Amerika Serikat untuk menyelidiki kekayaan mantan pejabat-pejabat tinggi yang tidak bisa diusut Indonesia sendiri.
Namun Gus Dur kembali menegaskan, kalau nantinya sudah didapat data yang pasti soal kekayaan mantan pejabat tersebut, maka akan segera dilakukan proses pengadilan. Apabila sudah dinyatakan bersalah, maka mantan presiden, mantan wakil presiden, dan mantan panglima TNI akan diampuni. Sebuah konsep baby policy yang luar biasa.
Di samping melakukan upaya represif sebagaimana digambarkan di atas, Gus Dur juga melakukan upaya-upaya preventive (pencegahan korupsi). Reformasi pertama adalah membubarkan Departemen Penerangan, senjata utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Reformasi kedua adalah membubarkan Departemen Sosial yang korup. Dalam tataran konsep, Gus Dur juga mewacanakan konsep stick and carrot untuk memberantas korupsi. Sebagaimana ditulis Kwik Kian Gie, Carrot adalah pendapatan bersih (net take home pay) untuk pegawai negeri, baik sipil maupun TNI dan POLRI yang jelas mencukupi untuk hidup dengan standar yang sesuai dengan pendidikan, pengetahuan, tanggung jawab, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya. Kalau perlu pendapatan ini dibuat demikian tingginya, sehingga tidak saja cukup untuk hidup layak, tetapi cukup untuk hidup dengan gaya yang "gagah". Tidak berlebihan, tetapi tidak kalah dibandingkan dengan tingkat pendapatan orang yang sama dengan kualifikasi pendidikan dan kemampuan serta kepemimpinan yang sama di sektor swasta. Stick atau arti harafiahnya pentung adalah hukuman yang dikenakan kalau kesemuanya ini sudah dipenuhi dan masih berani korupsi. Mengingat akan tingkat atau magnitude korupsi sudah sedemikan dalam dan menyebar sedemikan luasnya, hukumannya tidak bisa tanggung-tanggung, harus seberat-beratnya. Terkendala dengan anggaran, Gus Dur mewacanakan penerapan konsep stick and carrot tersebut secara bertahap. Pendapatan bersih yang mencukupi diberikan kepada Presiden, Wakil Presiden, para Menteri, Sekjen, Dirjen, Direktur, Kepala Biro dan Pimpro. Kecuali itu juga jabatan-jabatan yang krusial dan rawan korupsi, yaitu para pejabat pajak, Jaksa, Polisi, para Hakim, para Anggota DPR, para pejabat bea cukai dan lain-lain. Konsekuensi peningkatan penghasilan tersebut juga harus diimbangi dengan penegakan hukum yang tegas dan keras. Jika mereka masih berani berkorupsi, hukumannya penjara seumur hidup atau hukuman mati. Cara tersebut diharapkan membuat pejabat tinggi dan PNS yang rawan korupsi itu bisa bebas korupsi atau korupsinya berkurang sangat signifikan, penghematan yang diperoleh dari bebas korupsi atau berkurangnya korupsi secara sangat signifikan di kalangan mereka cukup besar. Dana yang dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan bersih mereka akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan penghematan yang diperoleh dari hilangnya atau berkurangnya korupsi pada tingkat birokrasi yang paling atas dan paling rawan korupsi. Sekali lagi, setelah carrot-nya diberikan, stick-nya juga harus diterapkan secara tegas, fair, dan konsisten. Setelah level atas selesai, tahap berikutnya ke level berikutnya sampai level terbawah. Prinsipnya, dalam suatu kesempatan, Gus Dur berpendapat bahwa gaji PNS dinaikkan sepuluh kali lipat. Dengan demikian korupsi akan hilang dari negeri ini. Meskipun belum menerapkan konsep tersebut, gaji PNS naik secara signifikan pada era Gus Dur, setelah sebelumnya juga dinaikkan B.J. Habibie. Sayang ketika gagasan ini bocor dan para pengamat mulai menghujat habis-habisan, Gus Dur langsung mundur teratur, sehingga gagasan ini batal dilaksanakan. Sungguh disayangkan memang, namun situasi dan kondisi ketika itu memang sulit (peta politik berimbang).
Gus Dur merupakan presiden paling humoris yang bisa mencairkan kebekuan suasana yang terjadi. Dibawah ini ada beberapa humor yang dia lemparkan saat bertemu dengan beberapa kepala negara asing.
Ini cerita domestik, tapi masih menyangkut tokoh mancanegara. Pada kunjungan kepala negara Jerman Barat, Kanselir Helmut Schmidt, ke Jakarta di awal 1980an, ia ingin bertemu dengan sejumlah cendekiawan Islam. Maka diundanglah antara lain Mochtar Buchori, Nurcholish Majid, Almarhum Aswab Mahasin dan Gus Dur. Satu per satu para cendekiawan itu mengemukakan pandangan mereka, dengan macam-macam teori yang hebat-hebat. Gus Dur kebagian giliran bicara terakhir. "Karena teman-teman saya sudah bicara dengan teori-teori yang hebat, rasanya tidak ada lagi yang bisa saya kemukakan," kata Gus Dur pada Kanselir Schmidt. "Maka saya hanya akan bercerita tentang seorang rabbi Yahudi." Rabbi itu sudah berumur 85 tahun, dan dia sangat kecewa. Maka mengadulah dia pada Tuhannya.
"Tuhan saya sudah 65 tahun mengabdi kepadaMu, sejak saya berusia 20 tahun. Tapi, setelah saya mengabdi begini lama, mengapa engkau mengecewakanku? Mengapa Engkau biarkan anakku masuk Kristen? Ya, Tuhan, saya sungguh kecewa. "Lalu tuhan menjawab: "Sama, anak saya juga masuk Kristen...," Kanselir Schmidt terbahak-bahak. Seusai pertemuan, Duta Besar Jerman Barat bilang pada Gus Dur: "Segala pemikiran dan teori yang banyak dikemukakan oleh teman-teman Anda tadi Akan dilupakan oleh Kanselir. Yang akan diingatnya adalah lelucon yang Anda sampaikan. Joke itulah yang nanti akan beredar di parlemen Jerman."
Ketika ke Kuba, Gus Dur memancing tawa dengan gurauan, semua Presiden Indonesia punya penyakit gila. Presiden pertama Bung Karno, ujar Gus Dur, gila wanita. Presiden kedua Soeharto gila harta, presiden ketiga Habibie benar-benar gila ilmu. Sedangkan Gus Dur sendiri sebagai presiden keempat sering membuat orang gila karena yang memilihnya juga orang-orang gila. Sebelum tawa Castro reda, Gus Dur langsung bertanya. "Yang Mulia Presiden Castro termasuk yang mana?" Castro menjawab sambil tetap tertawa, "Saya termasuk yang ketiga dan keempat."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar